Sabtu, 03 Mei 2014

SIFAT HYIPOALLERGENIK DAN TERAPEUTIK SUSU KAMBING


SIFAT HYIPOALLERGENIK DAN TERAPEUTIK SUSU KAMBING
Oleh : Afduha Nurus Syamsi (D1E010034)
Mahasiswa Magister Ilmu Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
2014

Kasus alergi susu tidak spesifik hanya ditemukan pada anak-anak, tetapi juga terjadi pada orang dewasa. Artinya bahwa alergi susu bukan hanya merupakan efek dari usia, bahkan tidak hanya melibatkan satu faktor saja. Kasus yang sering disebut sebagai lactose intolerance atau malabsorbsi laktosa tersebut terjadi karena beberapa faktor seperti usia host, kualitas dan kuantitas antigen host, keadaaan patofisiologis dan genetik host, serta jenis susu yang dikonsumsi. Kasus alergi susu lebih banyak ditemukan pada susu sapi, karena susu tersebut lebih umum dikonsumsi di berbagai belahan dunia (Deamer et.al, 1997).
Bentuk alergi susu ada yang bersifat reagen (IgE) dan non-reagen. Mekanisme terjadinya alergi susu yang bersifat reagen disebut sebagai reaksi hypersensitif. Sistem imun mengidentifikasi protein susu sebagai hal yang membahayakan sehingga memicu tubuh menghasilkan antibody imunoglobulen E (IgE) untuk menetralisis protein (allergen). Suatu saat bila terjadi kontak lagi dengan protein yang sama, antibodi IgE mengenali allergen tersebut dan memberikan sinyal ke sistem imun untuk mengeluarkan histamine, dan histamine inilah yang bertanggungjawab terbentuknya reaksi alergi (Worthington et.al., 1974). Sedangkan kejadian alergi susu yang bersifat non reagen adalah yang tidak berkaitan dengan sistem imun tubuh seperti ukuran partikel nutrien juga kemampuan enzim pencernaan dalam menghidrolisis nutrien susu (Podleski, 1992). Kasus yang banyak ditemukan bahwa banyak manusia secara bertahap kehilangan enzim laktase pertambahan umurnya (Park, 1994).     
Penggunaan susu kambing sebagai pencegah alergi susu atau juga sebagai pengganti susu sapi telah banyak dilakukan. Van der Horst (1976) melaporkan bahwa 40% dari pasien alergi susu mampu mentolerir protein susu kambing. Kasus alergi susu banyak ditemukan sebagai ketidakmampuan dalam mencerna lactalbumin susu sapi. Protein lain pada susu sapi yaitu β laktoglobulin juga menyebabkan adanya alergi susu. Protein ini yang kemudian oleh IgE dianggap sebagai musuh tubuh dan menghasilkan efek alergi. Berbagai hal yang menyebabkan efek alergi susu, perbedaan antara susu kambing dan susu sapi, juga sekaligus efek terapeutik susu tersebut terhadap tubuh lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut.
Lemak susu kambing mempunyai sifat yang mudah dicerna dari pada susu sapi, karena diameter glubula lemak susu kambing lebih banyak yang berdiameter kecil (Devendra, 1980). Susu kambing memiliki asam lemak rantai menengah dan pendek (C4:0 – C12:0) jauh lebih banyak dibandingkan susu sapi. Hal tersebut yang menyebabkan penyerapan susu kambing jauh lebih mudah dibandingkan dengan susu sapi, karena kemampuan lipase dalam menghidrolisis asam lemak rantai menegah dan pendek lebih mudah dibandingkan dengan asam lemak rantai panjang. Kandungan rata-rata lemak susu kambing berbeda dengan susu sapi (Jennes, 1980). Susu kambing memiliki kandungan butirat, kaproat, kaprilat, karpat, laurat, palmiitat lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.
Peneliti lain mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda, bahwa lemak susu kambing dapat memiliki setidaknya tiga kontribusi yang signifikan untuk manusia yaitu:
1.    Lemak susu kambing mungkin lebih cepat dicerna daripada lemak susu sapi karena kinerja ester lipase terhadap asam lemak rantai pendek, menengah
dan MCT lebih mudah dibandingkan dengan rantai panjang ( Jenness 1980).
2.    Ketiga asam lemak tersebut memberikan energi pada anak-anak yang sedang tumbuh dengan kemampuan unik metabolisme mereka dan juga menunjukkan efek keuntungan finansial pada metabolisme kolesterol, seperti  hipokolesterolemik pada jaringan dan darah melalui penghambatan pengendapan kolesterol dan pembongkaran kolesterol dalam batu empedu
(Greenberger dan Skillman 1969).
3.    Ketiga asam lemak tersbut  juga dapat digunakan untuk pengobatan berbagai kasus pasien yang menderita malabsorpsi steatorrhea, chyluria, hyperlipoproteinemia , reseksi usus , bypass koroner , epilepsi pada anak , dini pemberian makan bayi, dan batu empedu (Greenberger dan Skillman, 1969).


 



 Kaproat, Kaprilat dan karpat memiliki konsentrasi yang lebih besar dan sering dikatakan sebagai kandungan asam lemak yang khas dimiliki oleh susu kambing. Karpat, Kaprilat dan MCT merupakan asam lemak yang dapat dijadikan sebagai solusi dari beberapa penyakit klinis termasuk malarsorbsi karena kamapuan ketiga asam lemak tersebut yang dapat memberi sumbangan energi secara langsung tanpa harus disimpan di dalam jaringan adipose terlebih dahulu. Efek lain dari ketiga asam lemak tersebut adalah menurunkan kolesterol darah dan menghambat serta membatasi desposisi kolesterol (Schwabe et.al., 1964). Rasa khas susu kambing juga berasal dari kandungan asam lemaknya.  Asam lemak rantai cabang memberikan karakteristik rasa bagi susu (Ha dan Lindsay, 1993;  Alonso et al., 1999). Sedangkan asam lemak yang terlibat dalam mempengaruhi rasa susu kambing adalah asam 4-ethyloctanoic. Substitusi rantai cabang monomethyl pada C4 dan asam lemak C6 hanya ada dalam susu kambing dan tidak ada dalam susu sapi. Jumlah asam lemak rantai cabang yang relatif tinggi terdapat dalam susu kambing dan  kandungan  asam lemak trans-C18: l secara signifikan  lebih rendah pada susu kambing dibandingkan susu sapi, yang juga bermanfaat bagi resiko penyakit jantung koroner.
Protein dari susu kambing memiliki keistimewaan lebih mudah dicerna dan lebih efisien penyerapannya terhadap asam-asamaminonya karena ukuran kasein pada susu kambing lebih kecil dari pada susu sapi (Jenness, 1980). Telah ditemukan bahwa susu kambing memiliki kapasitas dye-binding protein yang lebih tinggi per unit (1% lebih dari susu sapi) dan penyerapan infra-merah lebih rendah (4% kurang dari susu sapi) (Grappin et.al.,1979).
Protein susu kambing mirip dengan susu sapi terutama protein susu dalam klasifikasi umum seperti α-casein, β-casein, k-casein, β-lactoglobulin dan α- lactalbumin, tetapi protein-protein tersebut memiliki perbedaan dalam polimorfisme genetik dan frekuensi pada susu kambing (Martin , 1993). Dalam sebuah studi kecernaan k-Kasein, ditemukan 27 perbedaan dalam urutan asam amino antara kasein susu sapi dan susu kambing (Mercier et.al., 1976). Peptides yang terbentuk dari hidrolisisi kasein susu kambing oleh protease terasa jauh lebih pahit dibandingkan dari kasein susu sapi. Misel kasein, yang merupakan bentuk molekul kasein tersuspensi dalam susu kambing, juga sangat berbeda dengan susu sapi yang  mengalami sedimentasi kurang lengkap, memiliki solubilisasi β – kasein yang lebih besar, memiliki ukuran misel lebih kecil, lebih banyak kalsium dan fosfor, kurang solvasi, dan stabilitas panas yang lebih rendah (Jenness , 1980).
Komposisi asam amino rata-rata susu kambing dan susu sapi, menunjukkan
bahwa susu kambing memiliki tingkat yang lebih tinggi dari 6 dari 10 asam amino esensial seperti: treonin, isoleusin, lisin, sistin, tirosin, valin ( Posati dan Orr , 1976). Efek komparatif secara metabolik belum diteliti banyak dalam susu kambing, tetapi hal tersebut dapat membuktikan beberapa efek menguntungkan empiris dari susu kambing bagi manusia.

            Susu kambing memiliki kandungan fluorin 100 kali lebih besar dibandingkan dengan susu sapi. Fluorin berfungsi sebagai antiseptik yang menekan perkembang biakan bakteri di dalam tubuh. Fluorin juga memberikan efek kekebalan tubuh karena kemampuanya dalam memblokade bakteri untuk aktif menyebar ke dalam tubuh. Susu kambing juga memiliki beberapa kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi seperti Ca, P, Mg, K, Cl, S, Fe dan Cu. Kalsium penting digunakan dalam pertumbuhan, metabolisme, kesehatan tulang, kanker usus besar, meningkatkan kemampuan pembekuan darah, membantu mempertahankan tekanan darah yang sehat dan membantu mencegah kram otot. Kalsium dalam kapasitas yang tinggi juga mampu mecegah terjadinya hipertensi, karena kekurangan kalsium akan menyebabkan tekanan darah berkurang (Park, 2009). Begitu juga mineral-mineral lainya yang memiliki efek baik bagi metabolisme di dalam tubuh, sehingga tubuh menjadi lebih sehat dan memiliki imunitas yang baik.


DAFTAR PUSTAKA

Alonso, L., Fontecha, J., Lozada, L., Fraga, M.J., Juarez, M., 1999. “Fatty acid composition of caprine milk: major, branched-chain, and trans fatty acids”. J. Dairy Sci. 82, 878–884.
Deamer, W.C., Gerrard, J.W. and Speer, F., 1979. “Cow's milk allergy: A critical review”. J. Fam. Pract., 9: 223-232.
Greenberger , N.J. , and Skillman , T.G. 1969 . “Medium chain triglycerides. Physiologic considerations and clinical implications” . New England J Med 280 : 1045 – 1058 .
Ha, J.K., Lindsay, R.C., 1993. “Release of volatile branched-chain and other fatty acids from ruminant milk fats by various lipases”. J. Dairy Sci. 76, 677–690.
Jenness , R. 1980 . “Composition and characteristics of goat milk: Review 1968 – 1979” . J Dairy Sci 63 :1605 – 1630
Martin, P., 1993. Polymorphisme genetique des lactoproteines caprines. Lait 73, 511–532.
Mercier, J.-C., Addeo, F., Pelissier, J.-P., 1976. Structure primaire du caseinomacropeptide de la caseine caprine. Biochimie 58, 1303.
Park, Y.W. 1994. “Hypo-allergenic and therapeutic significance of goat milk”. Elsevier Science. Small Ruminant Research 14 (1994) 151-159
Park, Y.W. 2009. Bioactive Components in Milk and Dairy Products. Wiley-Blackwell.
Podleski, W.K., 1992. “Milk protein sensitivity and lactose intolerance with special reference to goat milk”. Proc. V Intl. Conf. Goats. New Delhi, India. Vol. lI, Part I. pp. 610-613.
Posati, L.P., Orr, M.L., 1976. Composition of Foods, Dairy and Egg Products, Agriculture Handbook No. 8-1. USDA-ARS, Consumer and Food Economics Institute Publishers, Washington, DC, pp. 77–109.
Schwabe, A.D., Bennett, L.R., Bowman, L.P., 1964. “Octanoic acid absorption and oxidation in humans”. J. Appl. Physiol. 19, 335–337.
Van der Horst , R.L. 1976 . “Foods of infants allergic to cow ’ s milk” . S Afr Med J 5 : 927 – 928 .
Worthington, B.S., Boatman, E.S. and Kenny, G.E., 1974. “Intestinal absorption of intact proteins in normal and protein-deficient rats”.Am. J. Clin. Nutr., 27: 276-286.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Karya Mahasiswa dalam Tugas Terstruktur Mata Kuliah Manajemen Ternak Perah 2017