Diterjemahkan oleh : Afduha Nurus Syamsi
Magister Ilmu Peternakan, UNSOED 2014
PENDAHULUAN
Global
warming merupakan efek dari peningkatan temperatur atmosfir bumi, hal tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang mengarah pada eksaseberasi
peristiwa cuaca yang ekstrim dan frekuensi munculnya kejadian tersebut pada
beberapa daerah. Peningkatan gas rumah kaca di atmosfer khususnya methantelah
menjadi fokus pada berbagai penelitian tentang pemanasan global (IPPC),
kontribusi methan dalam mempengaruhi pemanasan global adalah 23 kali lebih kuat
dibandingkan CO2. Diperkirakan bahwa pada bidang peternakan menghasilkan 18%
dari total emisi gas rumah kaca yang menyebabkan peningkatan global warming,
dan merupakan salah satu yang terbesar dibandingkan gas lain. Melalui sitem
pencernaan ruminansia yang unik dapat menghasilkan methan selama proses fermentasi
terjadi dan terakumulir sekitar 15% dari total emisi methan (Takahashi, 2005).
Selain itu, emisi methan merupakan hilangnya sumber karbon dari rumen, yang
menyebabkan penggunaan energi pakan yang tidak produktif dan menyebabkan
kerugian besar hingga 12% energi dari pakan yang dikonsumsi (jhonson, 1995).
Berbagai pendekatan, seperti seleksi mikroorganisme rumen melalui pengurangan
populasi protozoa, inokulasi strain bakteri exogenus dan vaksinasi terhadap
mikroorganisme metanogen, telah dipelajari untuk mengurangi emisi gas methan
dari pencernaan ruminansia. Ekstrak tanaman sebagai pakan aditif baru merupakan
trobosan baru yang aman dan murah untuk mengatasi/mengurangi emisi gas methan
pada pencernaan ruminansia. Banyak jenis ektrak tanaman seperti tanin dan
saponin yang digunakan untuk mengurangi emisi gas metahn dalam pencernaan
ruminansia (Patra, 2010). Dalam peneltian laboratorium sebelumnya, tanaman dan
bahan aditif berbeda yang diekstrasi dengan berbagai pelarut (metanol, etanol
dan air mendidih) serta efeknya terhadap emisi gas methan serta kegiatan
fermentasi rumen telah dilakukan. Patra (2010) menyatakan bahwa fermentasi
rumen yang dilaksanakan secara invitro mungkin akan terpengaruh oleh dosis
tertentu dari ekstrak dan pelarut ekstrak yang digunakan. Tanaman yang termasuk
dalam keluarga/family Compositate dan
Liliaceae memiliki pengaruh besar
dalam mengurangi emisi gas methan pada studi yang sebelumnya pernah
dilaksanakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengkaji efek beberapa ekstrak tanaman dengan sifat antioksidan sebagai
sumber aktivitas antimikroba untuk memanipulasi famili serta ekosistem mikroba
rumen. Serta untuk mengevaluasi efek dari ekstrak bebeapa tanaman pada emisi
gas methan serta fermentasi rumen secara in vitro.
METODE DAN MATERI
Inkubasi
Invitro
Ternak
: Sapi berfistula rumen jenis Holstein dengan bobot 500 kg digunakan sebagai
dono cairan rumen. Timothy dan konsentrat komersial (TDN 73,5%, PK 19%, LK 3%,
SK 12%, abu 10%, ca 0,8%, P 1,2%,
aminotek dan CJ feed) dengan perbandingan 3:2 diberikan sebesar 2% dari bb sapi
sebanyak 2 kali sehari.
Cairan rumen : Cairan
rumen diambil dari fistula sebelum makan pagi. Sampel cairan dimasukan botol
hangat dengan CO2, kemudian disaring dengan 4 lapisan kain tipis dan sebelum
dicampur dengan larutan penyangga (Mcdouglas) suhu dipertahankan pada 390C
dan dengan gas N2O2.
Ekstrak tanaman : Ektrak
tanaman didapakan dari PEB (Plant Extract Bank di Korea Research Institute of
Bioscience and Technologi. Tanaman dikumpulkan dari berbagai perkebunan di
Korea (Tabel 1). Setiap tanaman di potong-potong kecil dan dikeringkan secara
alamai di bawah sinar matahari. Tanaman diekstrasi dengan menggunakan methanol
(MeOH) dan disimpan pada suhu -200C sampai digunakan. Stok larutan
(20mg/ml) ekstrak disiapkan dalam DMSO (dimetil sulfoksida)
Inkubasi Invitro : Cairan
rumen disaring dengan 4 lembar kain
tipis sebelum dicampurkan dengan McDouglas dan suhu dipertahan kan pada 390C.
Cairan rumen dan McDouglas dicampur sebanyak 30 ml dengan perbandingan 4:1.
Campuran cairan di masukan dalam botol serum dalam kondisi an aeron dan diberi
gas N2O2 yang juga mengandung 0,3 gr Substrat Tomothy dan ekstrak tumbuhan (1%
dari total volume) ditutup dengan karet. Botol-botol serum di inkubasi dalam
shaker water bath (HBS-201 Sl, Hanbaek, Korea) pada suhu 390C selama
24 jam.
Analisis
Produksi
gas total diukur dengan metode Assay dari Theodorou (1994). Sebuah detektor
tranduser tekanan dan detektor voltmeter digital digunakan untuk mengukur
tekanan gas melalui karakteristik fermentasi yang terjadi. Pada pengukuran
produksi gas total, transduser dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat
dihubungkan dengan inlet dari Luer-lock three-way stapcock (Theodorou, 1994).
Tekanan gas pada headspace dibaca dari unit display setelah insersi jarum
suntik melewati karet butil stoper atas efek dari media kultur. Gas pada bagian
headspace pada botol serum di kumpulkan untuk dianalisis komposisi gasnya,
terutama methan dan karbondioksida. Methan dan karbondioksida dianalisa dengan
kromatografi gas yang dilengkapi dengan kolom. Inokulum yang diinkubasi akan
disampling untuk analisis pH, VFA, konsentrasi dan ekstrasi DNA secara keseluruhan. Analisis VFA dilakukan
dengan kromatografi gas (Erwin, 1961).
Ekstraksi DNA, PCR Primer dan
Real-Time PCR
Ekstrasi DNA
: Tissuelyser, sebuah penggoyang bolak-balik berkecepatan tinggi yang
mempertahankan sampel dalam tabung screw-capped dengan kandungan butiran silika
digunakan untuk ekstrasi DNA. Jumlah asam nukleat telah diekstrasi dari sampel
rumen yang diinkubasi menggunakan modifikasi bead-beating protocol dengan QIAamp DNA mini kit . untuk sampel, 1 ml
cairan dari 30 ml campuran cairan yang diinkubasi menggunakan pipet wide bore sehingga dapat meyakinkan
bahwa sampel mengandung cairan dan digesta secara homogen. Konsentrasi asam nukleat diukur dengan
menggunakan spektofotometer NanoDrop.
PCR Primer
: Rangkaian PCR primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
ampifikasi bakteri secara umum, Fibrobacter
succinogenes, Ruminococcus albus,
Ruminococcus flavefaciens, Archaea metanogen dan Ciliata metanogen juga golongan bakteri selulolitik yang dilakukan
dengan mesin rotor gene-real-time PCR
yang menggunakan IQ SYBR supermix
hijau. Siklus threshold diamati setelah real-time PCR yang digunakan untuk
mengamati kelipatan dari perubahan (jumlah) populasi mikroba berbeda yang
relatif antara perlakuan kontrol tanpa ekstrak tanaman dan perlakuan dengan
ekstrak tanaman. Jumlah mikroba dapat dihitung dengan rumus kuantitas relatif :
= 2-∆CT (Target)- ∆CT(Control), dimana Ct adalah siklus threshold.
Semua kuantitas (q) gabungan reaksi PCR (volume final sebesar 25µl) mengandung
primer maju dan mundur, IQ SYBR supermix hijau dan DNA temlpate
mulai dari 10 ng sampai 100 ng. Sebuah kontrol negatif tanpa DNA temlate digunakan
dalam setiap qPCR assay untuk setiap primernya. Amplifikasi PCR dari target
DNA, termasuk annealing dan ekstensi temperatur, dilaksanakan mengikuti tabel
2.
Analisis Statistik
Data
dianalisis dengan menggunakan prosedur GLM (General Linier Model) dari sistem
analisis statistik institue. Perbedaan antara perlakuan atau signifikansi antar
perlakuan akan diuji lanjut dengan Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fermentasi Rumen
Produksi
gas total invitro, emisis methan dan produksi karbondioksida dapat dilihat pada
tabel 3. Produksi gas total pada seluruh perlakuan ekstrak tumbuhan adalah
sangat signifikan (p<0.05) lebih tinggi dibandingkan kontrol, dan produksi
gas total dari ekstrak ginger adalah tertinggi (p<0.05). Emisi methan yang
tertinggi (p<0.05) adalah pada sampel kontrol dan terendah adalah pada
sampel ekstrak garlic dengan pengurangan emisis methan hingga 20%. Ekstrak
tanaman lain juga menurunkan emisi gas methan. Sama seperti Garca (2008) yang
melaporkan bahwa Alium sativum dapat
menurunkan hingga 20% konsentrasi methan dan total produksi methan. Kamra
(2008) juga menemukan bahwa ekstrak Alium
sativum menurunkan produksi methan
hingga lebih dari 25%. Produksi karbon dioksida pada ekstrak ginger adalah
tertinggi, sedangkan untuk ekstrak Alium
sativum adalah terendah. Total
konsentrasi VFA dan pH tidak dipengaruhi oleh penambahan ekstrak tumbuhan (non
signifikan). Namun, total konsentrasi VFA pada penambahan ekstrak jeruk
mandarin adalah tertinggi, sedangkan ekstrak bawang adalah terendah. Rasio
asetat dan propionat pada penambahan ekstrak garlik dan ginger secara
signifikan lebih rendah dari kontrol.
Emisi gas methan di dalam rumen berkaitan erat denga A:P rasio, dan penurunan
emisi gas methan menyebabkan proporsi molar tinggi dan rendah rasio A:P.
Pembentukan propionat dari suksinat akan menyebabkan rendahnya ketersedian H2
untuk proses metanogenesis. Hal tersebut menunjukkan bahwa sifat antimikroba
dari ekstrak tanaman mempengaruhi proses metanogenesis yang menyebabkan
pengurangan emisis gas methan.
Populasi Mikroba Rumen
Tekhnik
molekuler culture-independent digunakan sebagai alat untuk mendapatkan
informasi mengenai kumpulan mikroba tanpa kultivasi. Assay molekuler,
hibridisasi DNA, real-time PCR, denaturasi komposisi elektroforesis gel dan
tekhnik lainya digunakan untuk mempelajari perubahan kuanttatif mikroba
perubahan philogenetik dari kelompok mikroba di dalam lingkungan rumen.
Populasi Ciliata terika methan dipengaruhi oleh semua ekstrak tumbuh-tumbuhan
seperti pada gambar 1 dan menurun lebih dari kontrol. Temuan tersebut sesuai
dengan beberapa penelitian dimana populasi ciliata terikat methan mengalami
penurunan dengan penambahan Alium sativum,
ginger, jerung mandarin dan ekstrak honeysuckle. Pada penelitian ini
diketahui bahwa penambahkan ekstrak Alium
sativum dan ginger dapat mengurangi populasi protozoa dan mengurangi emisi
gas methan di dalam rumen. Dan menghambat metanogenesis. Zhang (2011)
melaporkan bahwa penambahan jahe bubuk mempengaruhi fermentasi mikroba rumen
pada percobaan in vivo. Pengaruh ekstrak tumbuh-tumbuhan pada populasi
mikroorganisme fibrolitik utama, Fibrobacter
succinogenes, Ruminococcus albus, dan Ruminococcus flavefaciens masing-masing
dapat dilihat pada gambar 2, 3 dan 4. Populasi Fibrobacter
succinogenes pada penambahan selruh jenis ekstrak tanaman terbukti memiliki
kecenderungan meningkat. Komunitas /populasi Fibrobacter succinogenes dengan penambahan ekstrak wromwood,
garlic, jeruk mandarin, dan honeysuckle meningkat lebih tinggi dibandingkan yang
lain. Keragaman Ruminococcus albus yang ditambah garlic meningkat, sedangkan
ekstrak tumbuhan lainya tidak mempengaruhi (gambar 3) dan populasi Ruminococcus flavefaciens menurun dengan
penambahan ekstrak wormwood dan ekstrak garlic, tetapi dibandingkan kontrol
meningkat dengan penambahan ekstrak lainya juga (gambar 4). Fiamegos (2011)
melaporkan bahwa ekstrak wormwood
memiliki aktivitas antimikrobila yang kuat, terutama pada bakteri gram
positif yang patogen. Garlic dan Alium
cepa memiliki spektrum yang luas dari aktivitas antibakteri terhadap
bakteri gram-negatif dan gram positif seperti Bacillus subtilis, Salmonella, dan E. Coli , yang berhubungan dengan persentase kandungan senyawa
terpenoid dan phenolic. Muetzel (2003) melaporkan bahwa perkembangan Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus flavefaciens tidak
dipengaruhi oleh penambahan daun Sesbania
pachycarpa yang mengandung saponin untuk menhambat Ruminococcus albus secara invitro. Honeysuckle yang mengandung
senyawa beracun seperti saponin, alkaloid dan tanin yang menunjukkan hasil/pengaruh
yang sama terhadap bakteri.
Kesimpulan
dari penelitian ini bahwa ekstrak tanaman terbukti dapat mengurangi
methanogenesis dan berpotensi untuk digunakan sebagai bahan aditif pada pakan
ruminansia tanpa menggangu fermentasi rumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak tanaman yang digunakan dalam percobaan dapat menjadi pakan aditif yang
menjanjikan untuk mengurangi emisi gas methan dan meningkatkan fermentasi
rumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar