Sabtu, 03 Mei 2014

PENGARUH EKSTRAK TANAMAN BAGI POPULASI MIKROBA, EMISI METHAN DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SECARA IN VITRO


Diterjemahkan oleh : Afduha Nurus Syamsi
Magister Ilmu Peternakan, UNSOED 2014


PENDAHULUAN
Global warming merupakan efek dari peningkatan temperatur atmosfir bumi, hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang mengarah pada eksaseberasi peristiwa cuaca yang ekstrim dan frekuensi munculnya kejadian tersebut pada beberapa daerah. Peningkatan gas rumah kaca di atmosfer khususnya methantelah menjadi fokus pada berbagai penelitian tentang pemanasan global (IPPC), kontribusi methan dalam mempengaruhi pemanasan global adalah 23 kali lebih kuat dibandingkan CO2. Diperkirakan bahwa pada bidang peternakan menghasilkan 18% dari total emisi gas rumah kaca yang menyebabkan peningkatan global warming, dan merupakan salah satu yang terbesar dibandingkan gas lain. Melalui sitem pencernaan ruminansia yang unik dapat menghasilkan methan selama proses fermentasi terjadi dan terakumulir sekitar 15% dari total emisi methan (Takahashi, 2005). Selain itu, emisi methan merupakan hilangnya sumber karbon dari rumen, yang menyebabkan penggunaan energi pakan yang tidak produktif dan menyebabkan kerugian besar hingga 12% energi dari pakan yang dikonsumsi (jhonson, 1995). Berbagai pendekatan, seperti seleksi mikroorganisme rumen melalui pengurangan populasi protozoa, inokulasi strain bakteri exogenus dan vaksinasi terhadap mikroorganisme metanogen, telah dipelajari untuk mengurangi emisi gas methan dari pencernaan ruminansia. Ekstrak tanaman sebagai pakan aditif baru merupakan trobosan baru yang aman dan murah untuk mengatasi/mengurangi emisi gas methan pada pencernaan ruminansia. Banyak jenis ektrak tanaman seperti tanin dan saponin yang digunakan untuk mengurangi emisi gas metahn dalam pencernaan ruminansia (Patra, 2010). Dalam peneltian laboratorium sebelumnya, tanaman dan bahan aditif berbeda yang diekstrasi dengan berbagai pelarut (metanol, etanol dan air mendidih) serta efeknya terhadap emisi gas methan serta kegiatan fermentasi rumen telah dilakukan. Patra (2010) menyatakan bahwa fermentasi rumen yang dilaksanakan secara invitro mungkin akan terpengaruh oleh dosis tertentu dari ekstrak dan pelarut ekstrak yang digunakan. Tanaman yang termasuk dalam keluarga/family Compositate dan Liliaceae memiliki pengaruh besar dalam mengurangi emisi gas methan pada studi yang sebelumnya pernah dilaksanakan.
            Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji efek beberapa ekstrak tanaman dengan sifat antioksidan sebagai sumber aktivitas antimikroba untuk memanipulasi famili serta ekosistem mikroba rumen. Serta untuk mengevaluasi efek dari ekstrak bebeapa tanaman pada emisi gas methan serta fermentasi rumen secara in vitro.

METODE DAN MATERI
Inkubasi Invitro
Ternak : Sapi berfistula rumen jenis Holstein dengan bobot 500 kg digunakan sebagai dono cairan rumen. Timothy dan konsentrat komersial (TDN 73,5%, PK 19%, LK 3%, SK 12%, abu 10%, ca  0,8%, P 1,2%, aminotek dan CJ feed) dengan perbandingan 3:2 diberikan sebesar 2% dari bb sapi sebanyak 2 kali sehari.
Cairan rumen : Cairan rumen diambil dari fistula sebelum makan pagi. Sampel cairan dimasukan botol hangat dengan CO2, kemudian disaring dengan 4 lapisan kain tipis dan sebelum dicampur dengan larutan penyangga (Mcdouglas) suhu dipertahankan pada 390C dan dengan gas N2O2.
Ekstrak tanaman : Ektrak tanaman didapakan dari PEB (Plant Extract Bank di Korea Research Institute of Bioscience and Technologi. Tanaman dikumpulkan dari berbagai perkebunan di Korea (Tabel 1). Setiap tanaman di potong-potong kecil dan dikeringkan secara alamai di bawah sinar matahari. Tanaman diekstrasi dengan menggunakan methanol (MeOH) dan disimpan pada suhu -200C sampai digunakan. Stok larutan (20mg/ml) ekstrak disiapkan dalam DMSO (dimetil sulfoksida)
Inkubasi Invitro : Cairan rumen  disaring dengan 4 lembar kain tipis sebelum dicampurkan dengan McDouglas dan suhu dipertahan kan pada 390C. Cairan rumen dan McDouglas dicampur sebanyak 30 ml dengan perbandingan 4:1. Campuran cairan di masukan dalam botol serum dalam kondisi an aeron dan diberi gas N2O2 yang juga mengandung 0,3 gr Substrat Tomothy dan ekstrak tumbuhan (1% dari total volume) ditutup dengan karet. Botol-botol serum di inkubasi dalam shaker water bath (HBS-201 Sl, Hanbaek, Korea) pada suhu 390C selama 24 jam.
Analisis
Produksi gas total diukur dengan metode Assay dari Theodorou (1994). Sebuah detektor tranduser tekanan dan detektor voltmeter digital digunakan untuk mengukur tekanan gas melalui karakteristik fermentasi yang terjadi. Pada pengukuran produksi gas total, transduser dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat dihubungkan dengan inlet dari Luer-lock three-way stapcock (Theodorou, 1994). Tekanan gas pada headspace dibaca dari unit display setelah insersi jarum suntik melewati karet butil stoper atas efek dari media kultur. Gas pada bagian headspace pada botol serum di kumpulkan untuk dianalisis komposisi gasnya, terutama methan dan karbondioksida. Methan dan karbondioksida dianalisa dengan kromatografi gas yang dilengkapi dengan kolom. Inokulum yang diinkubasi akan disampling untuk analisis pH, VFA, konsentrasi dan ekstrasi DNA  secara keseluruhan. Analisis VFA dilakukan dengan kromatografi gas (Erwin, 1961).
Ekstraksi DNA, PCR Primer dan Real-Time PCR
Ekstrasi DNA : Tissuelyser, sebuah penggoyang bolak-balik berkecepatan tinggi yang mempertahankan sampel dalam tabung screw-capped dengan kandungan butiran silika digunakan untuk ekstrasi DNA. Jumlah asam nukleat telah diekstrasi dari sampel rumen yang diinkubasi menggunakan modifikasi bead-beating protocol dengan QIAamp DNA mini kit . untuk sampel, 1 ml cairan dari 30 ml campuran cairan yang diinkubasi menggunakan pipet wide bore sehingga dapat meyakinkan bahwa sampel mengandung cairan dan digesta secara homogen.  Konsentrasi asam nukleat diukur dengan menggunakan spektofotometer NanoDrop.
PCR Primer : Rangkaian PCR primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk ampifikasi bakteri secara umum, Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus albus, Ruminococcus flavefaciens, Archaea metanogen dan Ciliata metanogen juga golongan bakteri selulolitik yang dilakukan dengan mesin rotor gene-real-time PCR yang menggunakan IQ SYBR supermix hijau. Siklus threshold diamati setelah real-time PCR yang digunakan untuk mengamati kelipatan dari perubahan (jumlah) populasi mikroba berbeda yang relatif antara perlakuan kontrol tanpa ekstrak tanaman dan perlakuan dengan ekstrak tanaman. Jumlah mikroba dapat dihitung dengan rumus kuantitas relatif : = 2-∆CT (Target)- ∆CT(Control), dimana Ct adalah siklus threshold. Semua kuantitas (q) gabungan reaksi PCR (volume final sebesar 25µl) mengandung primer maju dan mundur,  IQ SYBR supermix hijau dan DNA temlpate mulai dari 10 ng sampai 100 ng. Sebuah kontrol negatif tanpa DNA temlate digunakan dalam setiap qPCR assay untuk setiap primernya. Amplifikasi PCR dari target DNA, termasuk annealing dan ekstensi temperatur, dilaksanakan mengikuti tabel 2.


Analisis Statistik
Data dianalisis dengan menggunakan prosedur GLM (General Linier Model) dari sistem analisis statistik institue. Perbedaan antara perlakuan atau signifikansi antar perlakuan akan diuji lanjut dengan Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fermentasi Rumen
Produksi gas total invitro, emisis methan dan produksi karbondioksida dapat dilihat pada tabel 3. Produksi gas total pada seluruh perlakuan ekstrak tumbuhan adalah sangat signifikan (p<0.05) lebih tinggi dibandingkan kontrol, dan produksi gas total dari ekstrak ginger adalah tertinggi (p<0.05). Emisi methan yang tertinggi (p<0.05) adalah pada sampel kontrol dan terendah adalah pada sampel ekstrak garlic dengan pengurangan emisis methan hingga 20%. Ekstrak tanaman lain juga menurunkan emisi gas methan. Sama seperti Garca (2008) yang melaporkan bahwa Alium sativum dapat menurunkan hingga 20% konsentrasi methan dan total produksi methan. Kamra (2008) juga menemukan bahwa ekstrak Alium sativum  menurunkan produksi methan hingga lebih dari 25%. Produksi karbon dioksida pada ekstrak ginger adalah tertinggi, sedangkan untuk ekstrak Alium sativum adalah terendah. Total konsentrasi VFA dan pH tidak dipengaruhi oleh penambahan ekstrak tumbuhan (non signifikan). Namun, total konsentrasi VFA pada penambahan ekstrak jeruk mandarin adalah tertinggi, sedangkan ekstrak bawang adalah terendah. Rasio asetat dan propionat pada penambahan ekstrak garlik dan ginger secara signifikan lebih rendah  dari kontrol. Emisi gas methan di dalam rumen berkaitan erat denga A:P rasio, dan penurunan emisi gas methan menyebabkan proporsi molar tinggi dan rendah rasio A:P. Pembentukan propionat dari suksinat akan menyebabkan rendahnya ketersedian H2 untuk proses metanogenesis. Hal tersebut menunjukkan bahwa sifat antimikroba dari ekstrak tanaman mempengaruhi proses metanogenesis yang menyebabkan pengurangan emisis gas methan.
Populasi Mikroba Rumen
Tekhnik molekuler culture-independent digunakan sebagai alat untuk mendapatkan informasi mengenai kumpulan mikroba tanpa kultivasi. Assay molekuler, hibridisasi DNA, real-time PCR, denaturasi komposisi elektroforesis gel dan tekhnik lainya digunakan untuk mempelajari perubahan kuanttatif mikroba perubahan philogenetik dari kelompok mikroba di dalam lingkungan rumen. Populasi Ciliata terika methan dipengaruhi oleh semua ekstrak tumbuh-tumbuhan seperti pada gambar 1 dan menurun lebih dari kontrol. Temuan tersebut sesuai dengan beberapa penelitian dimana populasi ciliata terikat methan mengalami penurunan dengan penambahan Alium sativum, ginger, jerung mandarin dan ekstrak honeysuckle. Pada penelitian ini diketahui bahwa penambahkan ekstrak Alium sativum dan ginger dapat mengurangi populasi protozoa dan mengurangi emisi gas methan di dalam rumen. Dan menghambat metanogenesis. Zhang (2011) melaporkan bahwa penambahan jahe bubuk mempengaruhi fermentasi mikroba rumen pada percobaan in vivo. Pengaruh ekstrak tumbuh-tumbuhan pada populasi mikroorganisme fibrolitik utama, Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus albus, dan Ruminococcus flavefaciens masing-masing dapat dilihat pada gambar 2, 3 dan 4. Populasi  Fibrobacter succinogenes pada penambahan selruh jenis ekstrak tanaman terbukti memiliki kecenderungan meningkat. Komunitas /populasi Fibrobacter succinogenes dengan penambahan ekstrak wromwood, garlic, jeruk mandarin, dan honeysuckle meningkat lebih tinggi dibandingkan yang lain.  Keragaman Ruminococcus albus yang ditambah garlic meningkat, sedangkan ekstrak tumbuhan lainya tidak mempengaruhi (gambar 3) dan populasi Ruminococcus flavefaciens menurun dengan penambahan ekstrak wormwood dan ekstrak garlic, tetapi dibandingkan kontrol meningkat dengan penambahan ekstrak lainya juga (gambar 4). Fiamegos (2011) melaporkan bahwa ekstrak wormwood  memiliki aktivitas antimikrobila yang kuat, terutama pada bakteri gram positif yang patogen. Garlic dan Alium cepa memiliki spektrum yang luas dari aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram-negatif dan gram positif seperti Bacillus subtilis, Salmonella, dan E. Coli , yang berhubungan dengan persentase kandungan senyawa terpenoid dan phenolic. Muetzel (2003) melaporkan bahwa perkembangan Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus flavefaciens tidak dipengaruhi oleh penambahan daun Sesbania pachycarpa yang mengandung saponin untuk menhambat Ruminococcus albus secara invitro. Honeysuckle yang mengandung senyawa beracun seperti saponin, alkaloid dan tanin yang menunjukkan hasil/pengaruh yang sama terhadap bakteri.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ekstrak tanaman terbukti dapat mengurangi methanogenesis dan berpotensi untuk digunakan sebagai bahan aditif pada pakan ruminansia tanpa menggangu fermentasi rumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tanaman yang digunakan dalam percobaan dapat menjadi pakan aditif yang menjanjikan untuk mengurangi emisi gas methan dan meningkatkan fermentasi rumen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Karya Mahasiswa dalam Tugas Terstruktur Mata Kuliah Manajemen Ternak Perah 2017