TUGAS
TERSTRUKTUR
FISIOLOGI
LINGKUNGAN TROPIS
“Manajemen
Kandang Unggas pada Suhu Lingkungan Tinggi”
Disusun
Oleh :
Afduha
Nurus Syamsi D1E010034
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
MAGISTER
ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan manusia dalam mempertahankan
keberadaanya pada rantai makanan merupakan tindakan-tindakan yang meliputi
kegiatan pemenuhan kebutuhan nutrien dari berbagai sumber yang dapat
dimanfaatkannya. Umumnya manusia memenuhi kebutuhan protein hidupnya dari
makhluk hidup lain, yaitu tumbuhan dan juga hewan ternak. Siklus rantai makanan
tersebut tidak akan pernah berhenti selama manusia berfikir dan mengembangkan
teknologi dalam kehidupanya, karena manusia tidak akan bisa hidup tanpa
makanan. Oleh karena itu, walaupun dengan perkembangan zaman yang begitu pesat,
sektor peternakan tidak akan berhenti berkembang.
Industri peternakan atau bahkan
peternakan yang ada ditingkat masyarakat merupakan implikasi dari bentuk
domestikasi yang dilakukan oleh nenek moyang manusia dahulu. Proses domestikasi
sendiri merupakan kegiatan menjinakkan dan mengandangkan ternak liar menjadi
ternak peliharaan. Kegiatan mengandangkan ternak merupakan suatu tindakan yang
secara fisiologis akan mengubah cara kerja dan mekanisme alami ternak dalam
mengatur hidupnya. Seluruh kegiatan ternak diatur dan disusun oleh manusia.
Pengaturan yang dilakukan oleh manusia meliputi kegiatan-kegiatan kompleks
seperti makan, reproduksi dan produksi serta kegiatan yang meliputi manipulasi
ataupun penyesuaian manajemen pemeliharaan dengan lingkungan sekitar ternak.
Iklim merupakan salah satu faktor
lingkungan yang sangat kuat mempengaruhi kondisi ternak di dalam kandang. Iklim
juga merupakan faktor yang mempengaruhi ciri khas atau karakteristik dari
ternak. Ternak unggas merupakan ternak yang sangat mudah dipengaruhi oleh
lingkungan, mudah stress dan cepat mengalami penurunan produksi. Efek langsung
dari iklim terhadap manajemen pemeliharaan unggas adalah berkaitan dengan suhu
dan kelembaban. Iklim tropis yang panas secara langsung akan mempengaruhi
temperatur didalam kandang. Perubahan suhu dan atau kelembaban di dalam kandang
secara drastis akan menurunkan produktifitas ternak unggas dan bahkan dapat
menyebabkan kematian. Secara spesifik manusia tidak memiliki kuasa untuk
merubah iklim, oleh karena itu manusia hanya dapat mengatur lingkungan yang
disesuaikan dengan iklim yang ada. Salah satu tindakan manajemen yang dapat
dilakukan adalah dengan mengatur atau memanage kondisi kandang. Hal tersebut
yang menjadi dasar penyusunan makalah ini, bagaimana manajemen kandang unggas yang
baik pada wilayah tropis atau wilayah dengan suhu lingkungan yang tinggi.
1.2 Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui
dampak suhu lingkungan yang tinggi pada iklim tropis terhadap fisiologis ternak
unggas.
2. Mengetahui
manajemen kandang unggas yang seharusnya diterapkan pada suhu lingkungan yang
tinggi.
1.3 Manfaat
1. Menjadi
sumber informasi bagi peternak atau
pelaku industri peternakan unggas dalam mengatur dan mengontrol manajemen
kandang pada daerah-daerah bersuhu tinggi atau tropis.
2. Memberikan pengetahuan tentang hubungan antara
iklim, suhu, kelembaban, manajemen kandang dalam mempengaruhi produktifitas
ternak.
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Iklim Tropis
Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang
berpengaruh langsung terhadap faktor lain yang diterima oleh ternak. Selain
berbeda dengan faktor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan, iklim
tidak dapat diatur atau dikontrol oleh manusia. Produktifitas yang baik akan
didapat oleh peternak jika manajemen yang diterapkan disesuaikan dengan iklim
setempat. Sesungguhnya iklim yang cocok untuk daerah peternakan adalah pada
klimat semi-arid. Iklim yang ada diberbagai daerah tidak sama, melainkan
bervariasi tergantung pada faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikanseperti
altitude (letak daerah dari equator, distribusi daratan dan air, tanah dan
topografinya), latitude (ketinggian tempat) dan faktor-faktor tidak tetap
(variabel) seperti aliran air laut, angin, curah hujan, drainase dan vegetasi
(Fitriansyah, 2011).
Menurut Hidayat (2010), iklim (Yunani : klima)
merupakan suatu daerah dengan kondisi suhu, kering, angin, cahaya dan faktor
lain dalam kondisi tertentu. Istilah ilmiah dari iklim dapat didefinisikan
sebagai integrasi keadaan fisik lingkungan atmosfir, karakteristik dari suatu
lokasi geografi tertentu pada suatu lokasi tertentu. Iklim dapat juga
didefinisikan sebagai suatu sistem integrasi dari kondisi-kondisi cuca. Iklim
tropis adalah suatu kawasan yang yang dipengaruhi oleh keberadaan kalor. Hal
tersebut dipengaruhi oleh keadaan temperatur, sinar matahari, curah hujan,
kelembaban, tekanan udara serta awan yang terdapat pada wilayah tertentu.
Kondisi tersebut akan mempengaruhi kondisi suhu lingkungan dan kelembaban
wilayah yang berada dalam naungan iklim tersebut.
Pengertian tropis berasal dari kata “tropicos”
dalam bahasa Yunani Kuno berarti garis balik. Garis-garis balik ini adalah
garis lintang 23027’ utara dan selatan. Sedang daerah “tropis”
didefenisikan sebagai daerah yang terletak antara garis isoterm 200
di sebelah bumi utara dan selatan. Daerah tropis dapat dibagi dalam dua
kelompok iklim utama yaitu tropis basah dan tropis kering yang masing-masing
amat berbeda. Indonesia termasuk dalam daerah tropika basah atau daerah hangat
lembab yang ditandai oleh kelembaban udara yang relatif tinggi (pada umumnya di
atas 90%), curah hujan yang tinggi, serta temperatur rata-rata tahunan di atas
180C (biasanya sekitar 230C dan dapat mencapai 380C
dalam musim kemarau) (Tripela, 2011). Pembagian wilayah tropis di dunia dapat
dilihat pada gambar 1 (Sientje, 2003).
2.2 Temperatur dan Kelembaban
Temperatur
lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar dan biasanya
diekspresikan dalam skala derajat celsius. Secara umum, temperatur udara adalah
faktor bioklimat tunggal yang penting dalam lingkungan fisik ternak. Agar
ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologinya dapat berfungsi dengan
normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai. Banyak dari spesies
ternak yang membutuhkan temperatur pada kisaran 13-180C dengan
humidity index < 72. Setiap hewan memiliki kisaran temperatur lingkungan
yang berbeda dan masing-masing juga memiliki kisaran temperatur lingkungan yang
sesuai atau dikenal dengan comfort zone. Temperatur
lingkungan yang paling ideal bagi ternak yang hidup di daerah tropik adalah 100C-270C
atau 500F-800F (Fitriansyah, 2011). Menurut Tripela
(2011) daerah tropis memiliki temperatur maksimum rata-rata tahunan 30,50C,
pengecualiaan di atas 320C, sedang pada daerah khatulistiwa selama
musim kering mencapai 330C dan musim hujan 300C, bisa
turun sampai 260C. Fluktuasi harian dan tahunan relatif kecil,
sekitar 30-5,50C.
Kelembaban lingkungan adalah
jumlah uap air dalam udara yang ada pada lingkungan. Kelembaban udara penting,
karena mempengaruhi kecepatan kehilangan panas dari ternak. Kelembaban dapat
menjadi kontrol dari evaporasi kehilangan panas melalui kulit dan saluran
pernafasan. Kelembaban biasanya siekspresikan sebagai kelembaban relatif dalam
persentase yaitu ratio dari mol persen fraksi uap air dalam volume udara
terhadap mol persen fraksi kejenuhan udara pada temperatur dan tekanan yang
sama. Saat kelembaban tinggi, evaporasi akan terjadi secara lambat, kehilangan
panas terbatas dan dengan demikian mempengaruhi keseimbangan termal ternak.
Indonesia sebagai wilayah tropis masuk sebagai bagian dari zona super humid
atau panas basah yang merupakan klimat yang ditandai dengan panas konstan,
hujan dan kelembaban yang terus menerus. Temperatur udara berkisar antara 21,110C-37,770C
dengan kelembaban relatif 55-100%. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan
menyebabkan stress pada ternak sehingga suhu tubuh, respirasi dan denyut
jantung akan meningkat serta konsumsi pakan menurun yang kemudian berdampak
pada rendahnya produktifitas (Sientje, 2003). Berikut digambarkan tentang zona
suhu dan kelembaban lingkungan terhadap fisiologi unggas (Gunawan dan
sihombing, 2004).
Gambar
2. Zona suhu lingkungan terhadap fisiologi ayam
2.3 Ternak Unggas
Unggas (bahasa
Inggris: poultry) adalah jenis hewan
ternak kelompok burung
yang dimanfaatkan untuk daging
dan/atau telurnya.
Umumnya merupakan bagian dari ordo Galliformes.
Unggas memiliki karakteristik yang berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Terdapat
beberapa unggas yang mampu bertahan pada suhu yang cukup extrem seperti burung
unta yang mampu hidup di daerah panas, tetapi juga ada ternak yang tidak mampu
hidup dalam kondisi yang ekstrem seperti ayam broiler (Gunawan dan sihombing,
2004).
Secara fisiologis ternak unggas
memiliki suhu tubuh (tabel 1) dan suhu nyamannya masing-masing. Fisiologi
ternak meliputi suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung. Suhu tubuh hewan
homeoterm merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan dikeluarkan
oleh tubuh. Saat keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi
karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu
lingkungan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum. Ternak unggas
akan sangat terpengaruh oleh suhu lingkunganya. Keadaan yang terjadi di luar
tubuh ternak akan direspon oleh tubuh dan terjadi homeothermic sehingga ternak
dapat bertahan dari kondisi lingkungannya (Sientje, 2003). Ketika suhu lingkungan tinggi ternak akan
mengurangi pakan dan geraknya. Bersamaan dengan itu unggas juga akan melakukan
panting, mandi debu dan bernafas dengan cepat. Sedangkan dalam keadaan suhu
lingkungan yang rendah, unggas akan meningkatkan konsumsi pakan dan menutup
sayap serta menggerombol dengan yang lainya. Mekanisme tersebut merupakan upaya
yang dilakukan oleh ternak unggas untuk dapat bertahan dari perubahan suhu di
sekitar lingkunganya. Hal tersebut yang harus menjadi perhatian peternak agar
unggas dapat berproduksi dengan baik. Gambaran
mengenai sistem kerja tubuh tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Tabel
1. Contoh suhu tubuh beberapa jenis unggas.
Spesies
|
Suhu
tubuh (0C)
|
Itik
|
42,0
|
Angsa
|
41,3
|
Kalkun
|
41,2
|
Ayam
|
41,9
|
Merpati
|
42,2
|
Sumber
: Bahan Ajar Mufti (2013)
Gambar
3. Mekanisme pengaruh lingkungan terhadap produksi
Sumber : Gunawan dan Sihombing (2004)
III.PEMBAHASAN
Kandang
adalah salah satu kebutuhan penting dalam beternak. Fungsi utama kandang adalah
untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan serta
perawatan ternak. Terdapat banyak sekali jenis kandang, baik berdasarkan tipe
maupun bahan yang digunakan untuk membuat kandang tersebut, sedangkan
penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan. Secara tidak langsung kandang juga
mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil peternakan. Kandang yang fungsional
akan menambah pendapatan bagi para pemiliknya. Jika ditinjau dari iklim atau
panas lingkungan yang tinggi, maka manajemen kandang dapat diatur dengan
memperhatikan beberapa hal yaitu bentuk kandang, suhu dan kelembaban kandang
serta kepadatan ternak.
Bentuk kandang secara umum dibagi
atas dua bentuk yaitu kandang close house dan kandang open house. Menurut
Kamidi (2010), kandang close house sebenarnya merupakan bentuk kandang yang
sangat tepat untuk diterapkan pada daerah dengan suhu panas yang tinggi, karena
sirkulasi udara, suhu dan kelembaban di dalam kandang dapat diatur secara
otomatis. Syarat pembuatan kandang close house harus memiliki perlengkapan
berupa bangunan tertutup (atap bukan monitor), kipas (blower), material cooling,
solid wall dan cooling pad yang dilengkapi dengan inlet, lighting system dan tunel
control. Keseluruhan perangkat tersebut akan menciptakan sistem ventilasi tunnel yaitu aliran udara secara terus
menerus di dalam lorong kandang. Udara akan masuk melalui cell pad kemudian akan ditarik oleh blower yang berada di ujung kandang. Jumlah blower yang hidup akan diatur melalui tunel control yang dilengkapi dengan sensor suhu dan kelembaban.
Sistem ini kemudian akan menghasilkan chilling
efect sehingga udara di dalam
kandang akan terasa dingin, terkadang pada cell
pad dilengkapi dengan inlet air yang kemudian akan menimbulkan cooling efect yang menyebabkan udara
yang lewat melalui cell pad akan
turun suhunya. Namun kelemahan dari sistem ini adalah tingginya biaya yang
harus dikeluarkan.
Selain bentuk close house juga dapat digunakan kandang jenis open house yang lebih murah
untuk digunakan ditingkat masyarakat. Agar dapat memenuhi kebutuhan ternak
terutama dalam kondisi tempat dengan suhu yang tinggi, maka harus memperhatikan
beberapa hal. Bentuk kandang open house
yang sering digunakan adalah kandang panggung dan merupakan bentuk kandang yang
paling banyak dibangun untuk mengatasi temperatur panas. Kandang ini cocok
untuk beternak ayam broiler komersial di daerah dataran rendah atau daerah
berawa. Konstruksi rangka kandang bisa terbuat dari kayu, bambu, atau kayu dolken.
Keunggulan dari kandang ini adalah udara bisa masuk dan keluar melalui
ventilasi dari arah bawah dan samping kandang kandang sehingga pergerakan
(sirkulasi) udara di dalam kandang menjadi baik. Sirkulasi tersebut menyebabkan
temperatur di dalam kandang relatif lebih rendah dan ayam lebih nyaman
(Ensminger, 1993).
Menurut Calnek (1995), pembangunan
kandang harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Atap kandang
harus menggunakan monitor agar sirkulasi udara lebih baik serta panas dan gas
beracun bisa keluar dari kandang.
2. Bahan
penutup atap kandang terbuat dari rumbia, genting, kayu, galvanis, atau asbes
karena bahan ini bisa menyerap panas.
3. Kandang
dibangun di lahan terbuka shingga sirkulasi udara bisa masuk ke kandang secara
lancar.
4. Bahan baku
bangunan dan konstruksi kandang harus disesuaikan dengan kekuatan kandang yang
diinginkan, ketersediann bahan baku, dan harga bahan baku. Konstruksi kandang
biasanya terbuat dari kayu atau besi.
Jalan sederhana yang dapat menambah
kenyamanan ternak di dalam kandang walau dalam kondisi lingkungan dengan panas
yang tinggi adalah dengan penghijauan lahan disekitar kandang. Menanam
pohon di sekitar kandang bisa berfungsi untuk menyerap radiasi sinar matahari
damn meneduhkan lingkungan. Keadaan ini secara langsung akan berpengaruh
terhadap keadaan udara di dalam kandang. Udara di dalam kandang akan menjadi
lebih segar dan relatif lebih dingin. Jarak penanaman pohon dari kandang adalah
10 meter. Hal ini bertujuan agar udara yang mengalir ke dalam kandang terlebih
dahulu tersaring oleh pohon. Selain itu, temperatur udara panas sudah diserap
pohon sehingga panas yang mengalir ke kandang lebih rendah. Selain pepohonan
besar, rumput dan tanaman pendek di sekitar kandang pun dapat dijadikamn sarana
untuk menangkap panas yang dikeluarkan oleh sinar matahari. Panas langsung
diserap oleh rumput namun tidak dipantulkan lagi ke udara bebas (Natamijaya,
1990). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Togatorop (1979) yang mengatakan
bahwa ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk modifikasi iklim mikro,
yaitu: (1) mengaturkontruksi kandang, tinggi kandang tidak kurang dari 3 m dan
lebar kandang tidak kurang dari 4 m, menggunakan atap yang bersifat insulation,
(2) menanam pohon-pohon peneduh di sekeliling kandang.
Penyelesaian masalah pemeliharaan pada daerah dengan suhu yang
cukup tinggi tidak hanya cukup memperbaiki konstruksi kandang, tetapi juga
mengenai manipulasi kondisi kandang agar berada pada ambang suhu dan kelembaban
yang nyaman bagi ternak untk berproduksi. Menurut Togatorop (1997),
modifikasi iklim mikro dapat dilakukan dengan cara mengurangi kelembaban
lingkungan kandang. Sistem thermoregulatori
unggas atau disebut juga sistem pengaturan
suhu tubuh terjadi pada unggas yang pada dasarnya bersifat homeotermik atau
suhu tubuh relatif stabil pada kisaran tertentu yaitu 40-41oC. Namun
saat berumur 0-5 hari, unggas masih belum bisa mengatur suhu tubuhnya sendiri.
Unggas kususnya ayam baru bisa mengatur suhu tubuhnya secara optimal sejak umur
dua minggu. Selain suhu, kelembaban udara (kadar air terikat di dalam udara)
juga perlu diperhatikan karena kelembaban akan mempengaruhi suhu yang dirasakan
oleh unggas. Hal ini disebabkan pengeluaran panas tubuh ayam dilakukan melalui panting.
Karakteristik antara suhu dan kelembaban adalah bertolak belakang. Saat
siang hari merupakan puncak tertinggi bagi suhu, tetapi rendah bagi kelembaban
(gambar 3) dan contoh pengaturan suhu dan kelembaban
ditampilkan pada tabel 2.
Gambar
4. Grafik suhu dan kelembaban sepanjang hari
Sumber : Kamidi (2010)
Manipulasi suhu
dan kelembaban dalam kandang tertutup lebih mudah dikontrol karena pengaruh
kinerja otomatis panel yang memiliki sensor suhu dan kelembaban di dalam
kandang. Sehingga pengaturan suhu dan kelembaban dalam kandang tertutup cukup pada
pengawasan kerja panel dan asupan listrik ke kandang. Sedangkan kandang terbuka
membutuhkan beberapa langkah sebagai berikut. Membuat database suhu dan
kelembaban di kandang atau pencatatan mengenai suhu dan kelembaban di kandang
baik pagi, siang, sore, malam maupun dini hari. Termasuk pula respon ayam saat
pencatatan, apakah ada yang panting. Melalui kegiatan tersebut akan
terlihat rangkuman rentang suhu dan kelembaban ideal dimana tidak terjadi panting.
Sehingga ketika suhu atau kelembaban melebihi rentang ideal tersebut, peternak
dapat segera bertindak. Terdapat minimal 3-5 titik di dalam kandang yang
digunakan untuk untuk mengukur suhu dan kelembaban yaitu bagian depan, tengah,
belakang, atas (dekat genting) dan lantai kandang. Agar lebih mudah dan cepat
dalam pengamatan tempatkan Thermohygrometer
di tiap kandang. 40-60 cm. Sistem ventilasi yang baik, sangat efektif untuk
menurunkan suhu dalam kandang. Buka tirai kandang saat suhu meningkat. Saat
angin bertiup kencang atau suhu turun, tirai kandang dapat diturunkan, dengan
syarat bagian atas tirai tetap dibuka selebar 20-30 cm agar sirkulasi udara
tetap terjaga. Sistem hujan buatan dilakukan di luar kandang sedangkan kabut
buatan dilakukan di dalam kandang. Fungsinya sama-sama untuk menurunkan suhu
saat cuaca mulai terasa panas, sekitar jam 10.00-14.00. Jika dinyalakan saat
sudah panas (11.30-12.30), akan menyebabkan perubahan suhu yang tinggi sehingga
ayam bisa semakin stres (Daghir, 1995).
. Manajamen terakhir yang dapat dilakukan adalah dengan pengaturan
kepadatan kandang. Standar kepadatan ayam yang ideal adalah 15 kg/m2 atau
setara dengan 6-8 ekor ayam pedaging dan 12-14 ekor ayam petelur grower
(pullet) per m2 nya. Kepadatan yang berlebih akan menyebabkan
pertumbuhan ayam terhambat (kerdil) karena terjadi persaingan untuk mendapatkan
ransum, air minum maupun oksigen.Kepadatan berhubungan dengan
ketersediaan oksigen bagi ayam untuk memberikan hasil yang lebih optimal.
Menghadapi perubahan cuaca yang terus berubah-ubah, unggas sangat memerlukan
daya tahan tubuh yang kuat. Daya tahan tubuh atau kekebalan imunitas ada yang
berasal dari induk dan ada yang didapat secara perolehan. Daya tahan akan
optimal apabila stres atau faktor pengganggu dapat diminimalkan. Kepadatan kandang penting diperhatikan karena unggas menghasilkan
panas tubuh yang dapat terakumulir yang akan berdampak pada meningkatnya suhu
di dalam kandang. Ayam akan mengeluarkan panas sebanyak 40 british unit’s
(Btu’s) per jam. Panas yang dikeluarkan oleh ayam bisa melelui cara sebagai
berikut.
1.
Melalui radiasi (radiation),
yaitu proses hilangnya panas dari tubuh ayam yang terjadi ketika temperatur di
permukaan tubuh ayam lebih besar dibandingkan dengan temperatur di udara.
Namun, perbedaan temperaturnya tidak terlalu besar. Proses radiasi ini akan
berhenti jika temperatur udara di sekitarnya berkurang atau lebih rendah
dibandingkan dengan temperatur permukaan tubuh ayam.
2.
Melalui konduksi (conduction),
yaitu hilangnya panas dari tubuh ayam yang terjadi ketika permukaan tubuh ayam
bersentuhan dengan objek disekitarnya, baik berupa udara maupun benda padat. Kehilangan
panas dari tubuh ayam melalui cara konduksi sangat rendah.
3.
Melalui konveksi (convection),
yaitu hilangnya panas dari tubuh ayam yang terjadi ketika udara dingin datang
mengenai permukan tubuh ayam dan udara tersebut menjadi panas. Udara panas tadi
akan terbawa keluar sebagai aliran udara panas. Ketika kecepatan udara yang
mengalir melalui tubuh bertambah seperti akibat adanya kipas, kehilangan panas
dari tubuh ayam secara konversi menjadi bertambah. Kehilangan panas dari tubuh
ayam akibat konversi adalah 10-25%. Semakin cepat aliran udara mengenai tubuh
ayam, semakin banyak panas yang dikeluarkan.
4.
Melalui penguapan air (vaporization of water), yaitu ayam melepaskan panas dari dalam
tubuhnya dengan menggunakan proses penguapan air dalam tubuh melalui saluran
pernafasan. Kehilangan panas melalui cara ini merupakan cara yang paling banyak
melepaskan panas dari dalam tubuh.
5.
Pengeluaran melalui kotoran (fecal excretion), yaitu hilangnya panas dari tubuh ayam yang keluar
secara bersamaan dengan feses.
IV.KESIMPULAN
1. Iklim
tropis atau panas lingkungan yang tinggi akan mempengaruhi performa produksi
unggas.
2. Manajemen
kandang yang dapat diterapkan pada daerah tropis atau ada suhu tinggi dapat
ditinjau dari bentuk kandang, pengaturan suhu dan kelembaban kandang serta
kepadatan kandang.
3. Manajemen
kandang yang baik digunakan pada daerah tropis dan bersuhu tinggi adalah model
kandang close house.
4. Manajemen
kandang yang dapat diterapkan di daerah tropis atau bersuhu tinggi secara murah
adalah dengan kandang open house berbentuk
panggung, dengan atap yang mudah menyerap panas, lingkungan yang rindang,
kepadatan kandang yang cukup dan sistem sirkulasi yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Calnek, BW,
et al. 1995. Diseases of Poultry. 10th
edition. Iowa State University Press. USA.
Daghir, N.J.
1995. PoultryProduction in Hot Climates.
CAB International.
Ensminger,
ME. 1992. Poultry Science. 3rd
Ed. Interstate Publishers Inc :Illionis.
Fadilah, Roni.
2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam
Broiler Komersial. AgroMedia Pustaka.Jakarta.
![](file:///C:\Users\Duha\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image013.png)
Fitriansyah,
Bagus. 2011. Pengaruh Lingkungan Terhadap Fisiologis Ternak. Undip. Semarang.
Gunawan
dan D.T.H. Sihombing. 2004. “Pengaruh Suhu Lingkungan Tinggi Terhadap Kondisi Fisiologis
dan Produktivitas Ayam Buras”. WARTAZOA,
Vol. 14 No. 1, Hal: 31-38.
Hidayat,
Syarief. 2010. Faktor-faktor Iklim Global. Pusat Pengembangan Bahan Ajar UMB.
Bengkulu.
Kamidi,
Achmad. 2010. Kandang Close House dan
Kandang Open House. UNHAS. Makasar.
Mufti,
M. 2013. Bahan Ajar Fisiologi Lingkungan
Tropis. Unsoed. Purwokerto.
Nataamaaya,
A.G., H. Resnawati, T. Antawijaya, I. Barchia Dan D. Zainuddin. 1990. “Produktivitas
ayam buras di dataran tinggi dan dataran rendah. J. Ilmudan Peternakan”. Balitnak, Bogor. 4(3):30-38.
Pokhpan.
2009. Ross Manula Managemen.
C.Pokhpan. Jakarta.
Sientje.
2003. Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi. IPB.Bogor.
Togatorop,
M.H. 1979. Pengaruh suhu udara terhadap
produksi ayam. Lembaran LPP.No. 3-4. LPPBogor. him. 1-10.
Tripela,
Andi. 2011. Tinjauan
Terhadap Iklim dan Arsitektur Tropis Iklim Tropis di Indonesia. Unhas.
Makasar.